Selasa, 05 Oktober 2010

Pemimpin Pilihan Masyarakat Solo

Pemilihan umum adalah ajang ”penghakiman” calon kepala daerah petahana atau incumbent, termasuk dalam pemilu kepala daerah. Pemilu kedua akan membuktikan apakah calon tersebut dinilai berhasil menyejahterakan rakyatnya atau tidak.

Joko Widodo (Jokowi), yang berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo, meraih kemenangan fenomenal dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo 2010, 26 April lalu. Keduanya meraup suara 90,09 persen. Berdasarkan catatan pilkada, perolehan suara itu beda sedikit dengan kemenangan pasangan petahana Herman Sutrisno-Akhmad Dimyati di Pilkada Banjar, Kalimantan Selatan, pada 2008, sebesar 92,19 persen.

Pasangan petahana yang terkenal dengan panggilan Jokowi-Rudy ini diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) serta didukung Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera. Pasangan ini hanya kalah di satu tempat pemungutan suara (TPS) dari 932 TPS. Pasangan ini rencananya dilantik pada 28 Juli mendatang.

Satu-satunya pesaing Jokowi-Rudy, KP Eddy S Wirabhumi-Supradi Kertamenawi yang diusung Partai Demokrat dan didukung Partai Golkar, hanya mengumpulkan suara 9,91 persen. Dalam pilkada ini, angka partisipasi mencapai 71,80 persen dari 393.703 jiwa dalam daftar pemilih tetap.

Apakah kemenangan Jokowi-Rudy mencerminkan seperti itu aspirasi rakyat? Sumarno (42), tukang becak yang biasa mangkal di depan Pura Mangkunegaran, menilai Jokowi sebagai sosok yang mau menyapa rakyat kecil dan kerjanya sebagai wali kota selama 2005-2010 terlihat nyata.

Sumarno terkesan dengan upaya penataan kota yang dilakukan Jokowi, seperti di koridor Ngarsapura dengan memindahkan toko-toko elektronik yang semula memenuhi sisi kanan dan kiri koridor ke pasar elektronik yang dibangun Pemerintah Kota Solo. Lahan tempat berdirinya toko adalah tanah negara. Kawasan Ngarsapura kini menjadi ruang publik yang cantik. ”Wajah Pura Mangkunegaran jadi terlihat, tidak seperti dulu, tertutup deretan toko,” kata warga Kampung Keprabon ini, Selasa (18/5) di Jawa Tengah.

Kesan sama dikemukakan Rino Handoyo (25), warga Kadipiro, Banjarsari, yang berjualan jus buah di dekat Stadion R Maladi, Sriwedari. Ia memberikan apresiasi terhadap Program Kesehatan Masyarakat Solo (PKMS) yang diberikan kepada warga yang tidak memperoleh jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) atau asuransi kesehatan (askes).

Ayah Rino, yang menderita gangguan prostat dan harus dirawat sebulan di Rumah Sakit Dr Moewardi, hanya mengeluarkan 80 persen dari total biaya Rp 15 juta dengan menggunakan kartu PKMS seri silver. Kartu seri gold yang diberikan untuk warga miskin Kota Solo malah menggratiskan seluruh biaya pengobatan.

Salah satu prestasi Jokowi-Rudy dalam memimpin Kota Solo, yang diakui warga Solo dan luar Kota Solo, adalah model pendekatan dalam penataan pedagang kaki lima (PKL). Pada saat Satuan Polisi Pamong Praja di kota lain ribut dengan PKL, di Solo, pemindahan hampir 1.000 PKL dari Monumen ’45 Banjarsari ke Pasar Klithikan, Notoharjo, tanpa kekerasan.

Perhatian Jokowi-Rudy terhadap masyarakat tidak diragukan lagi. Bahkan, sehari menjelang kampanye, Pemkot Solo meluncurkan Bantuan Pendidikan Masyarakat Solo (BPMS) untuk 43.000 siswa yang menggratiskan biaya pendidikan untuk siswa SD-SMA.

Selain figur Jokowi yang dinilai luar biasa, kesuksesan Jokowi-Rudy itu juga didukung tim sukses yang solid. ”Di wilayah yang menunjukkan keragu-raguan terhadap Jokowi-Rudy, kami melakukan pendekatan rendah hati, mengembangkan dialog intersubyektif. Strategi kami disebut andap asor,” kata Ketua Tim Kampanye Jokowi-Rudy, Putut Gunawan.

Suwardi, dosen dan peneliti dari Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi, Solo, mengungkapkan, hasil survei Desember 2009 menunjukkan, akseptabilitas Jokowi mencapai 78,6 persen, Rudy 8 persen, dan Eddy 2,2 persen.

Dukungan terhadap Jokowi untuk maju sebagai bakal calon wali kota dari lintas pemilih parpol mencapai 93,0 persen. Survei yang digelar tiga minggu menjelang hari-H pilkada menunjukkan elektabilitas Jokowi-Rudy 85,7 persen dan seminggu sebelum hari-H mencapai 90 persen. ”Sosok Jokowi yang merupakan profesional pebisnis tanpa latar belakang politik kepartaian mampu mematahkan mitos sekat-sekat ideologi perpolitikan lokal,” kata Suwardi.

0 komentar:

Posting Komentar